PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sesuai
dengan perkembangan teknologi, kebutuhan manusia tampaknya semakin meningkat,
baik kebutuhan akan pangan diantaranya meliputi kebutuhan energi dan protein. Untuk mencukupi kebutuhan protein asal hewani maka
budidaya sapi Bali untuk ternak potong sangat besar peranannya.
Sapi
potong merupakan penghasil daging dan juga merupakan salah satu penghasil
sumber protein hewani yang merupakan bahan pangan bagi masyarakat, oleh karena
itu untuk mengimbangi permintaan daging asal sapi potong oleh masyarakat
sebagai bahan pangan, maka daging asal sapi potong ini selalu tersedia setiap
waktu. Ketersediaan daging asal sapi potong dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan produksi daging sapi potong.
Peningkatan
produksi sapi potong harus dibarengi dengan sistem pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan sapi potong di
Indonesia dilakukan degan cara pemeliharaan yaitu, secara ekstensif, semi
intensif dan intensif. Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara
secara intensif hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan diberikan pakan
yang cukup, sehingga cepat proses penggemukan, sedangkan cara ekstensif
sapi-sapi tersebut dilepas dipadang pengembalaan dan digembalakan sepanjang
hari. Selain itu juga bibit (genetik) dan asal bakalan sapi potong yang
dipelihara harus mengimbangi dengan kondisi linggkungan pemeliharaan atau
lokasi kandang sapi potong.
Selain dari bibit yang digunakan, faktor penentu dalam keberhasilan usaha
pemeliharaan sapi potong adalah bahan pakan yang digunakan. Hijauan merupakan
bahan pokok bagi ternak ruminansia, namun kandungan gizi yang terdapat pada
hijauan belum mampu memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh
sapi potong baik untuk hidup pokok maupun untuk produksi, oleh karena itu sangat diperlukan
pakan tambahan seperti konsentrat. Disamping itu juga sangat dibutuhkan
bioteknologi terhadap bahan pakan dalam upaya meningkatkan kecernaan, khususnya
bahan pakan berasal dari limbah pertanian dan perkebunan.
Semua urain tersebut diatas merupakan tuntutan
keberhasilan tata laksana pemeliharaan sapi Bali, oleh karena itu dilakukan PKL
dengan judul Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Bali Di Kelompok Tani Tunas Baru,
Desa Marapokot, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, provinsi Nusa Tenggara
Timur.
B. Tujuan PKL
Tujuan dari PKL adalah
untuk memperluas wawasan serta meningkatkan keterampilan dalam pengelolaan tatalaksana pemeliharaan ternak sapi potong, khususnya sapi Bali.
C.
Manfaat PKL
Manfaat
dari PKL adalah untuk memperoleh pengalaman secara langsung mengenai
tatalaksana pemeliharaan sapi Bali, sebagai bahan
informasi bagi pembaca dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Gambaran
Umum Sapi Bali
Sapi Bali merupakan keturunan dari sapi liar atau Banteng
(Bos Sondaicus) yang telah mengalami
proses domestikasi selama ratusan tahun. Sebagai akibat dari proses domestikasi
yang cukup lama, ukuran tubuh sapi Bali menjadi lebih kecil dibandingkan dengan
banteng. sapi Bali dewasa dapat mencapai tinggi badan 130 cm dengan bobot badan
jantan dewasa antara 350 – 450 kg dan sapi Bali jantan pada umur 6 – 8 tahun dapat
mencapai bobot badan 450 kg (Siregar, 2013).
Menurut
fradson (1992), bangsa sapi Bali memiliki klasifikasi taksonomi
sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Sub
ordo : Ruminansia
Family : Bovidae
Genus : Bos (Cattle)
Spesies : Bos sondaicus (Banteng/Sapi Bali)
Menurut
Hasanudi (1997), sapi Bali mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Warna sapi jantan adalah coklat ketika muda tetapi
kemudian warna ini berubah agak gelap pada umur 12--18 bulan sampai mendekati
hitam pada saat dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap berwarna
coklat. Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian belakang paha
(pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white stocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada
pinggiran bibir atas.
2) Kaki di bawah persendian telapak kaki depan (articulatio carpo metacarpeae) dan
persendian telapak kaki belakang (articulatio
tarco metatarseae) berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada
bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut
berbentuk oval (white mirror). Bulu
sapi Bali dapat dikatakan bagus (halus) pendek-pendek dan mengkilap.
3) Ukuran badan berukuran sedang dan bentuk badan memanjang.
4) Badan padat dengan dada yang dalam.
5) Tidak berpunuk
6) Kakinya ramping, agak pendek menyerupai kaki kerbau.
7) Pada tengah-tengah punggungnya selalu ditemukan bulu
hitam membentuk garis memanjang dari gumba hingga pangkal ekor.
8) Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna
hitam.
9) Tanduk pada sapi jantan tumbuh agak ke bagian luar
kepala, sebaliknya untuk jenis sapi betina tumbuh ke bagian dalam.
B.
Tatalaksana Perkandangan
Kandang
merupakan salah satu unsur penting dalam membudidayakan
sapi
Bali. Kandang tidak hanya
berfungsi sebagi tempat
tingal selama masa proses penggemukan, namun kandang juga berfungsi sebagai tempat perlindungan tehadap berbagai aspek yang mengganggu sapi seperti
cuaca, misalnya hujan, panas dan angin kencang (Siregar, 2013).
Siregar (2013), menyatakan dalam tatalaksana perkandangan
perluh memperhatikan persyaratan kandang. Kandang yang dibangun untuk sapi
harus memberikan kemudahan dalam perawatan, mencegah sapi tidak berkeliaran dan
tetap terjaga kebersihannya. Adanya kandang pengamanan terhadap ternak lebih
terjamin dan sapi tidak akan berkeliaran di luar kandang. Oleh karena itu, pembuatan
kandang sapi bali untuk penggemukan memerlukan beberapa persyaratan yaitu: Memberikan
kenyamanan bagi ternak, memnuhi persyaratan bagi kesehatan sapi, memiliki
ventilasi atau pertukaran udara yang sempurna dan mudah dibersikan dan selalu terjaga
kebersihannya.
Pembuatan kandang pada
suatu lokasi tidak terlepas dari pertimbangan
lingkungan.
Penentuan dalam memilih lokasi antara
lain, ketersediaan sumber air untuk minum, memandikan dan
membersihkan kandang ternak, dan dekat dengan sumber pakan,
kemudahan akses transportasi untuk penyediaan pakan dan
pemasaran, tersedia areal untuk perluasan jika dibutuhkan,
lokasi lebih tinggi dari sekelilingnya sehingga
memudahkan untuk pembuangan limbah dan menghindari
genangan air pada waktu hujan, jarak kandang dengan
bangunan umum dan perumahan minimal 10 m, tidak mengganggu
kesehatan lingkungan, relatif jauh dari jalan umum dan limbah
ternak dapat tersalur dengan baik.
Pemembangun kandang,
perluh memperhatikan konstruksi kandang. Konstruksi kandang sebaiknya terdiri dari; Bahan yang kuat dan menjamin kenyamanan dan keamanan bagi
pegawai/buruh dan ternaknya, kandang harus dapat
memenuhi daya tamping dan pertukaran udara di dalam kandang harus
menjamin kelancarannya, lantai kandang harus kuat
dan tidak licin sebaiknya terbuat dari coran semen untuk menjamin kebersihan
kandang dan memudahkan untuk didesinfeksi, posisi lantai kandang harus lebih
tinggi dari pada tanah sekelilingnya dan agak miring kearah selokan di luar
kandang dan kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi agak
terbuka agar sirkulasi udara didalamnya lancer (Sugeng, 2008).
Kandang
di daerah pantai dan dataran rendah berbeda dengan kandang di daerah
pegunungan. Kandang di daerah pantai atau dataran rendah dibangun lebih tinggi
sehingga udara panas dapat bergerak dan berganti. Bahan atap dipilih yang tidak
menimbulkan efek terlalu panas seperti atap dari genteng, rumbia, ijuk dan
sebagainya (Sariubang. 2000). Ukuran
kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m
atau 2,5 x 2 m,
sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5 x 1 m
per ekor, dengan tinggi atasp 2 - 2,5
m dari tanah. Panjang tempat pakan
dan air minum adalah selebar kandang sapi, yakni sekitar 1,45 – 1,5 m. Di antra
tempat pakan dan air minum dibuat sekat setebal 7,5 – 10 cm (Sarwono, 2002).
Perlengkapan
lain yang perluh
disediakan selain tempat pakan dan
tempat minum yakni
sapu, sikat, sekop, sabit, dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan
tersebut adalah untuk membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan
penyakit sekaligus bisa dipakai untuk memandikan sapi (Subronto, 1985).
C.
Tatalaksana Pengadaan dan Pemberian Pakan
Pakan
merupakan komponen penting dalam proses penggemukan sapi. Pakan
yang baik adalah pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ternak yakni, dapat
memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral untuk
pertumbuhan bobot badanya (Anonimus,
1983).
Pakan adalah semua bahan
makanan yang dapat diberikan kepada ternak dan tidak mengganggu kesehatan
ternak. Kebutuhan ternak terhadap jumlah pakan tiap harinya tergantung dari
jenis atau spesies, umur dan fase pertumbuhan ternak (dewasa, bunting dan
menyusui). Penyediaan pakan harus diupayakan secara terus-menerus dan sesuai
dengan standar gizi ternak tersebut (Kusnadi, 1992).
Umumnya bahan pakan terdiri dari 2 macam, yaitu pakan berserat
(roughages) dan pakan penguat
(konsentrat). Kelompok bahan pakan berserat adalah hijauan (rumput alam, rumput
budidaya, leguminosa, dan tanaman lainnya) serta limbah pertanian (jerami padi,
daun/jerami jagung, pucuk tebu). Bahan pakan
konsentrat terdiri dari biji-bijian, umbi-umbian, bahan pakan asal hewan, dan
limbah industri pertanian. Pemberian bahan pakan tambahan (feed additive),
berupa vitamin, mineral, antibiotika, hormon, enzim (Anggorodi, 1994).
Pakan yang diberikan pada
ternak sapi penggemukan diarahkan untuk mencapai pertambahan bobot badan yang
setinggi-tingginya dalam waktu relatif singkat. Untuk itu pemberian pakan
hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan ternak baik dari segi kuantitas maupun
nilai gizinya. Pakan hijauan diberikan pada sapi sebanyak 10 – 12 % dan pakan
konsentrat 1 – 2 % dari bobot badan ternak. Pemberian hijauan dapat dilakukan 3
kali sehari yakni pada pagi hari, siang hari dan sore hari, sedangkan pakan konsentrat diberikan pagi hari
sebelum pemberian hijauan (Siregar, 2013).
D.
Tatalaksana Pengadan dan Pemberian Air Minum
Air memang tidak dapat terlepas dari mahluk hidup. Pada umumnya,
kandungan air dalam tubuh hewan mencapai 70 % dari berat tubuhnya, oleh sebab
itu, tidak dapat disangkal jika air termasuk salah satu komponen yang sangat
penting dalam tubuh ternak (Anonimous, 1991).
Pada tubuh ternak sapi, air
memiliki peranan yang sangat penting. Air digunakana sebagai media untuk
mengatur suhu tubuh, membantu proses pencernaan, mengangkat zat-zat pakan, dan
yang paling penting adalah mengeluarkan bahan-bahan yang sudah tidak berguna
dari dalam tubuh sapi. Namun, tidak semua sapi memiliki kebutuhan air yang
sama. Kebutuhan akan air tersebut
tergantung kepada beberapa faktor
seperti dari jenis apa sapi tersebut, kondisi iklim, tempat bermukim sapi
tersebut, umur sapi dan jenis pakan yang di berikan. Sapi yang berumur lebih
muda cenderung lebih banyak membutuhkan air dibandingkan dengan yang lebih tua.
Kebutuhan sapi akan air dapat diberikan
dari berbagai cara. Pemenuhan kebutuhan air
dapat dilakukan melalui air minum.
air yang terkandung didalam pakan atau melalui air yang berasal dari
metabolisme zat yang terkandung didalam
pakan. Pada dasarnya semua bahan pakan mengandung air. Untuk bahan pakan kasar
seperti hijauan segar atau rerumputan
kandungan airnya cukup tinggi, hingga 85 %. Oleh sebab itu, hewan tropis,
seperti sapi dapat bertahan hidup tanpa
air minum. Sapi-sapi didaerah tropis dapat bertahan hidup dengan mengandalkan air dari pakan hijauan
yang dikonsumsi. Bahan pakan berupa biji-bijian, kandungan airnya lebih sedikit
sekitar 10 - 25 % saja.
Seekor sapi setiap hari rata-rata membutuhkan air antara 3 - 6 liter/ 1kg pakan
kering. Oleh sebab itu, air harus cukup tersedia di kandang apabila
menginginkan pertumbuhan sapi yang baik. Kebutuhan
air minum bagi sapi sebanyak 20 – 40 liter/ekor/hari, namun sebaiknya
diberikan secara adlibitum (Abidin, 2002).
E. Tatalaksana Pencegaha dan Penanganan Penyakit
Penyakit merupakan hal yang
sangat merugikan dalam usaha sapi potong, baik usaha pembibitan maupun
penggemukkan. Oleh karena itu usaha pencegahan dan pengendalian penyakit sangat
diperlukan agar sapi yang dipelihara tetap sehat (Siregar, 2003).
a)
Tanda-tanda sapi sehat adalah
sebagi berikut:
1)
Nafsu makan besar dan agakrakus
2)
Minum teratur (kurang lebih 8
kali sehari)
3)
Mata merah, jernih dan tajam,
hidung bersih, memamah biak bila istirahat
4)
Kotoran normal dan tidak berubah
dari hari kehari
5)
Telinga sering digerakkan, kaki
kuat, mulut basah
6)
Temperatur tubuh normal antara 38,5
– 39 0C dan lincah
7)
Jarak siklus berahi ternak
teratur (terutama sapi betina atau induk)
b)
Tanda-tanda sapi sakit adalah:
1)
Mata suram, cekung, mengantuk dan telinga terkulai
2)
Nafsu makan berkurang, minumnya sedikit dan lambat
3)
Kotoran sedikit, diare atau kering dan keras
4)
Badan panas, detak jantung dan pernapasan tidak normal
5)
Badan menyusut, berjalan sempoyongan
6)
Kulit tidak elastis, bulu kusut, mulut dan hidung
kering
7)
Temperatur tubuh naik-turun
Menurut Subronto (1985), penanganan
kesehatan ternak dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: Melakukan vaksinasi, melakukan pencegahan penyakit, pengobatan penyakit pada ternak yang diderita, pengafkiran dan pembasmian penyakit.
Jenis penyakit yang biasa di
derita ternak yaitu:
1) Penyakit
Antraks
Penyakit
ini disebabkan oleh bakteri Bacillus
anthracis. Penyakit antraks tergolong berbahaya dan mematikan. Jenis
penyakit ini juga dapat mematikan ternak dalam kurung waktu yang relative
cepat.
Penularan penyakit:
1) Terjadi
melalui kontak langsung sentuhan kulit, makanan, minuman, dan pernapasan.
2) Penyakit
ini menyerang semua sapi dari berbagai tingkatan umur dan bisa menular kepada
manusia.
Gejala penyakit ditandai
dengan:
1) Bemam
tinggi atau suhu badan meningkat
2) Badan
lemah dan gemetar
3) Pernapasan
terganggu
4) Terjadi
pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin, badan dipenuhi bisul
5) Keluar
darah berwarna merah kehitaman melalui hidung, telinga, mulut, anus, dan vagina
6) Kotoran
ternak cair dan sering bercampur darah
7) Limpa
bengkak dan berwarna kehitaman
Pencegahan
penyakit dilakukan dengan memberikan vaksin spora (Max Sterne) dosis 1 ml setiap 6 bulan sekali atau serum anti-antraks
dosis 50100 ml per ekor sapi.
Pengobatan
sulit dilakukan karena dapat menyebarkan penyakit kepada sapi yang lain. Karena
itu, sapi yang terkena antraks harus segera dipotong dan dibakar atau dikubur
dengan kedalaman lebih dari 2 m.
2) Penyakit
Ngorok (Mendengkur) Penyakit Septichaema
Epizootica (SE)
Penyakit
ngorok adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan sapi yang berusia muda
(Umur 6 - 24
bulan). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri PastureIla multocida. Bakteri ini biasanya menyerang sapi yang baru
mengalami perjalanan jauh.
Penularan penyakit:
1) Terjadi
melalui makanan dan minuman terkontaminasi bakteri
Gejala penyakit ditandai
dengan:
1) Membengkaknya
kulit kepala dan selaput lendir lidah disertai warna merah dan kebiruan
2) Membengkaknya
leher, anus, dan vulva
3) Paru-paru
meradang
4) Sapi
mengalami demam dan sulit bernapas sehingga terdengar mengorok. Dalam keadaan
sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12 - 36
jam.
Pencegahan
penyakit ini dilakukan dengan memberikan vaksinasi anti-SE, setiap 6 bulan
sekali. Sementara pengobatannya dapat dilakukan dengan memberikan antibiotika
atau sulfa.
F. Tatalaksana Pemasaran
Pemasaran
adalah suatu tuntutan
kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik
produsen ke titik konsumen (Fiani,
2000). Pemasaran hasil sapi potong
selain dipasarkan sebagai sapi potong berupa produk daging, juga sering dijual
dalam keadaan hidup dan sebaiknya memilih standar harga per kilogram berat
hidup. Hasil panen ternak sapi potong dapat berupa daging dan kulit serta hasil
sampingnya berupa pupuk tau gas bio.
Usaha peternakan yang bergerak di
bidang penggemukan sapi potong perlu memperhatikan, lama waktu yang digunakan
untuk menggemukkan sapi potong berkisar antara 3 - 6 bulan sesuai umur dan
kondisi sapi pada waktu mulai penggemukan.
1)
Minimal satu bulan terakhir sebelum di pasarkan dari pemberian
ransum konsentrat ditingkatkan dari pemberian biasa dan penggunaan anti biotik
dan chemotropic diharapkan memperhatikan withdraw
(waktu henti obat).
2)
Dilarang memperjual belikan daging yang berasal dari
sapi potong selama pengobatan anti biotika atau hormon untuk konsumsi manusaia,
kecuali apablia ternak tersebut dipotong sesuai ketetuan atau standar Withdrawaltime obat yang digunakan.
3)
Berat sapi potong
siap jual minimal 250 kg dan persilangan atau impor 350 kg.
Umur dan berat badan, usia sapi charolasi yang ideal
untuk digemukkan adalah mulai 1,5 - 2,5 tahun. Disini
kondisi sapi sudah mulai maksimal pertumbuhan tulangnya dan tinggal mengejar
penambahan massa otot (daging) yang secara praktis dapat dilihat dari gigi yang
sudah cukup bagus.
PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANG
A.
Waktu
dan Tempat
Kegiatan PKL ini telah dilaksanakan sejak tanggal 01 Juli 2014 sampai dengan tanggal 01
September 2014 di Kelompok Tani Tunas Baru, Desa Marapokot,
Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur
B.
Materi
Praktek
Materi digunakan dalam kegiatan PKL ini adalah sapi Bali sebanyak 10 ekor yang dipelihara secara intensif. Pakan yang digunakan hanya pakan yang berasal dari
hijauan.
Jenis hijauan yang digunakan di tempat PKL adalah; Rumput
gajah, rumput lapangan, alang-alang, rumput teki, jerami padi dari sisa limbah pertanian dan leguminosa (Centrosema pubences
). Fasilitas yang digunakan di tempat PKL adalah: Kandang, sarana sanitasi kandang dan ternak, sumber air dan
listrik, alat pengolahan lahan hijauan makanan ternak dan sarana pengadaan
bahan pakan dari lahan hijauan makanan ternak.
C.
Kegiatan
Praktek
Kegiatan
yang dilakukan selama PKL terdiri
atas dua kegiatan yaitu,
kegiatan yang sifatnya rutin dan kegiatan yang
sifatnya tidak rutin yaitu:
1) Kegiatan Rutin
Pemotongan hijauan dan mencacah hijauan, pembersihan
tempat makan dan minum, pemberian pakan dan air minum, sanitasi
kandang.
2)
Kegiatan
Tidak Rutin
Sanitasi
ternak atau memandikan ternak, pemberian
antibiotik (vitamin) dan pencegahan penyakit pada ternak sapi dengan cara
injeksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
UMUM
A.
Sejarah
Singkat Kelompok Tani Tunas Baru
Sebelum berdirinya nama Kelompok Tani Tunas Baru,
kelompok ini sudah memiliki nama kelompok yaitu: Gabugan kelompok tani
(Gapoktan) dan kelompok tani gotong royong dengan istilah (Voe), dibentuk berdasarkan inisiatif petani Desa Marapokot
sejak tahun 1987. Kedua
kelompok ini memiliki angota yang sama dan berpartisipasi aktif dalam mebangun
kelompok dengan jumlah anggota kelompok sebanyak 10 0rang. Melihat hasil kerja
sama kelompok ini memiliki keuntungan dibidang keuangan akirnya kedua kelompok
ini melakukan simpan pinjam uang untuk angota maupun nasabah luar yang ingin
meminjam dengan bunga sesuai hasil pinjamanya.
Awal tahun 2009 Dinas Pertanian Peternakan Kabupaten
Negekeo melihat bahwa usaha kelopmok tani
Gapoktan dan kelompok
Voe sangat efisien di bidang pertanian yakni tanaman Padi. Mulailah kerjasama
antara kedua kelompok atas bimbingan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
Kabupaten Nagekeo atas nama Ibu
Mince sebagai pembimbing lapang. Dalam membangun usaha yang lebih modern dan
efisien, Pemerintah Kabupaten Nagekeo, Dinas
Pertanian Peternakan merencanakan memberikan sumbangan atau bantuan ternak sapi
Bali
sebanyak 20 ekor untuk kelompok ini,
serta bantuan pembuatan kandang ternak sapi dan gudang alat
mesin pertanian (Alsinta). Tindakan
ini merupakan program dinas
terhadap petani sebagai salah satu sisi untuk meningkatkan sumberdaya manusia (SDM).
Tahun
2009, mulai membentuk kelompok menjadi kelompok
tani tunas baru Marapokot, Bapak
Edmundus ketua
poktan, Tolentinus Neku sebagai pembimbing
lapan (PPL) berjumlahkan angota sepuluh (10) orang
dengan struktur organisasi yang jelas hingga terwujutnya bantuan kepada kelompok tani
tunas baru, dari Pemerintah Kabupaten Nagekeo Dinas Pertanian Peternakan, yakni
memberikan sumbangan atau bantuan ternak sapi Bali sebanyak
20 ekor dan tiap angota meiliki
2 ekor sebagai
usaha awal di bidang peternakan dan bantuan pembuatan kandang ternak sapi serta
gudang Alat mesin pertanian.
Pemberian
bantuan ini dengan syarat pengembalian hasil bantuan yang diberikan dinas peternakan
kepada kelompok tani tunas baru, yaitu dari hasil keuntungan penjualan ternak
sapi, untuk petani 70% pengembalian pada dinas 30% dari hasil keuntungan yang
diperoleh. Keuntungan 70% tersebut
untuk melakukan pengadaan kembali
bakalan
ternak sapi Bali.
Setelah penjualan ternak sapi, petani tidak
lagi mengembangkan peluang usaha tersebut. Adapun beberapa anggota
petani tidak ikut serta dalam keaktifan kelompok untuk melakukan kerja sama,
angota petani yang bertahan sekitar lima orang termaksut bapak ketua poktan
tunas baru yang masih aktif dalam usaha pengemukan ternak sapi hingga sekarang.
Selama
usaha pengemukan sapi potong ini menjalin hubungan kerja sama antara dinas dan kelompok tersebut. usaha di kelompok tani tunas baru ini
banyak mendapat bantuan dan perhatian khusus dari Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten Nagekeo. Tahun 2010 sampai sekarng, usaha ini mulai
berdiri sendiri dengan jumlah angota tetap dan tidak lagi menjalin hubungan
kerja sama antara dinas setempat dengan masyarakat kelompok tani tunas baru.
B.
Gambaran
Umum Lokasi Praktek
PKL ini berlangsung di lokasi kandang milik kelompok tani tunas baru. Letaknya cukup strategis, keadan iklimnya baik dan pusat lokasi kandang
dekat dengan darah persawahan milik masyarakat Desa Marapokot. degan letak topografi dan demografi sebagai
berikut:
a)
Batas
wilayah
1) Sebelah
Utara berbatasan dengan Laut Flores
2) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Nagadhero
3) Sebelah
Selatan berbatasan dengan Kelurahan Danga
4) Sebelah
Barat berbatasan dengan Desa Tonggurambang
b) Luas
wilayah 1.002 ha/m2
c) Keadaan
Iklim
1) Curah
hujan :
121.92 Mm/tahun
2) Rata-rata
hari hujan :
10 Hari/tahun
3) Jumlah
bulan hujan :
5 Bulan
4) Kelembapan :
Rendah
5) Suhu
rata-rata harian :
32 0C
6) Ketinggian
dari permukaan laut : 1
Meter
7) Kemiringan
tanah :
00
d) Orbitasi
1) Jarak
ke Ibukota kecamatan : 14 Km
2) Jarak
ke Ibukota Kabupaten :
14 Km
3) Jarak
ke Ibukota Propinsi : 310,20
Km
e) Jumlah penduduk : 1961 Jiwa
f) Pendidikan/tingkat pendidikan
1) SMP/Sederajat :
180 Orang
2) SMA/Sederajat :
147 Orang
3) D1-D2//Sederajat :
6 Orang
4) D3/Sederajat :
4 Orang
5) S1//Sederajat :
33 Orang
g) Mata pencaharian pokok
1) Petani :
660 Orang
2) Buruh tani : 45 Orang
3) Peternak :
1 Orang
4) Nelayan :
225 Orang
5) Swasta :
5 Orang
6) PNS/Polri/TNI :
12 Orang
7) Pengusaha kecil dan
menengah : 11 Orang
C.
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana
yang ada di kelompok tani tunas baru, yaitu sebagai berikut:
a)
Kandang dan Fasilitas
Kandang
Kandang sapi Bali milik kelompok
tani tunas baru, berbentuk kandang tungal atau satu baris dengan posisi
menghadap kearah timur matahari terbit, hal ini merupakan sistem yang digunakan
petani kelompok tunas baru dengan tujuan agar sinar matahari lagsung menembus
pada ternak sebagai sinar ultraviolet untuk antibodi dan mencegah terjadinya
kelembaban dalam kandang.
Kandang yang dibuat
untuk pemeliharan sapi Bali di kelompok tani tunas baru telah memenuhi
persyaratan mutu kandang. Kontruksi kandang sapi Bali yang dibuat pada usaha
milik kelompok tani tunas baru yaitu: Dinding terbut dari kayu, atap terbut
dari daun kelapa berbentuk shade, tempat pakan dan tempat minum serta lantai
kandang dan drainase terbuat dari campuran semen. Ukuran kandang di lokasi PKL
adalah sebagai berikut: Panjang kandang keseluruhan 10 meter, ukuran untuk satu
ekor sapi Bali jantan 2,25 m x 1,5 m, tempat pakan 100 cm x 70 cm x 40 cm,
tempat minum 70 cm x 30 cm x 40 cm.
Fasilitas kandang yang
disediakan dalam melaksanakan usaha pemeliharaan dan penggemukan sapi Bali di
lokasi PKL yaitu, kandang, sarana
sanitasi kandang dan ternak, sumber air dan listrik, alat pengolahan lahan
hijauan makanan ternak dan sarana pengadaan bahan pakan dari kebun hijauan
makanan ternak.
b)
Sumber Air dan Listrik
Air yang dimanfaatkan untuk usaha pemeliharaan sapi Bali
di kelompok tani tunas baru yaitu, air yang bersumber dari sumur galian yang
dibantu dengan mesin pompa untuk mengisap. Air tersebut dimanfaatkan sebagai air
minum bagai ternak dan keperluan
sanitasi ternak serta alat-alat kandang. Listrik sebagai penerang dalam kandang
pada malam hari.
c)
Kebun HMT (Hijauan Makanan Ternak)
Hijauan adalah salah satu bahan makanan ternak yang
sangat penting, serta besar manfaatnya bagi kehidupan dan kelangsungan populasi
ternak. Kebun rumput hijauan makanan ternak merupakan faktor penunjang dalam
usaha budidaya ternak, baik skala besar maupun skala kecil (Anonimous, 1983).
Kebun rumput di lokasi PKL milik kelompok tani tunas baru
yaitu, memanfaatkan lahan sawah untuk ditanami hijauan dan leguminosa serta
dilakukan juga perawatan lahan hijauan makanan ternak yaitu: pengaturan
saaluran darinase, penyulaman hijauan, pembersihan gulma dan pemanenan.
Pemanenan hijauan ini dengan cara motongan batang rumput dengan ketinggian 2 - 3
cm dari
permukan tanah degan tujuan untuk mempercepat proses anakan dari rumput tersebut.
Alat yang digunakan berupa, parang
dan sabit digunakan untuk mebersikan gulma dan memotong hijauan, karung untuk
mengisi hijauan dan gerobak sebagai alat pengangkutan hijauan dari lahan menuju
kandang. Pacul digunakan untuk membersikan saluran darinase pada bedengan.
d) Sanitasi Kandang dan Ternak
Sanitasi adalah suatu proses yang
meliputi perencanaan, pengarahan dan pengawasan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan yang direncanakan, yaitu menjaga kesehatan melalui kebersihan agar
ternak bebas dari suatu inveksi penyakit (Sugeng, 1998). Sanitasi dilakukan
terhadap ternak, kandang, lingkugan sekitar kandang, perlengkapan dan peralatan
kandang serta peternak (Murtidjo, 1990).
Kegiatan sanitasi kandang dan ternak
di lokasi PKL yaitu dengan cara sebagai berikut: Sanitai kandang yaitu,
membersikan tempat pakan dan minum, menyapu dan menyiram lantai kandang dari
kotoran sapi serta mengumpulkan kotoran
sapi.
Alat
dan bahan yang digunakan sapu lidi, ember dan air untuk menyiram lantai,
pendorong digunakan untuk membersikan kotoran sapi dan selokan, sekop untuk
mengakat kotoran sapi. Sanitasi ternak yaitu, memndikan ternak sapi, membersikan
tubuh ternak dari lengketan kotoran. Alat dan bahan yang digunakan yaitu, ember
dan air, pengayung, sikat, deterjen digunakan untuk membersikan tubuh ternak.
KHUSUS
A.
Manajemen
Pengadaan Ternak
Sapi bakalan yang dipelihara di usaha
milik kelompok
tani tunas baru ini adalah, sapi bakalan sejenis dan mempunyai keseragaman umur,
jenis kelamin, bobot badan, kondisi tubuh, dan jumlah ternak bakalan sepuluh (10) ekor.
Hal-hal
yang diperhatikan saat PKL
dalam
memilih bakalan untuk usaha penggemukan sapi potong yaitu, sebagai berikut:
a) Jenis dan Umur Bakalan
Jenis sapi bakalan yang dipilih dalam
melakukan kegiatan usaha untuk pengemukan sapi potong milik kelompok tani tunas
baru, adalah sapi Bali
jantan yang mempunyai nilai produktivitas tinggi dan unggul.
Jenis bakalan yang dipilih yaitu: Berumur 1 – 2 tahun, jenis kelamin
jantan, bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, Pandangan mata bersinar cerah
dan bulu halus dan kotoran atau fesesnya normal.
b) Asal Bakalan
Sumber atau asal bakalan yang dipelihara pada
usaha pengemukan ternak sapi potong di kelompok tani tunas baru yaitu diperoleh
dari berbagai sumber, diantaranya pembelian langsung dari pasar hewan dan
berasal dari dalam provinsi setempat, yaitu
dari Kabupaten Manggari Timur. Bakalan yang diperoleh adalah bakalan
yang sejenis dan memiliki keseragaman umur. Jenis bakalan yang dipilih adalah
sapi Bali.
Pemilihan bakalan
dengan melihat kondisi fisik ternak dan bentuk tubuh atau penampilan dari luar
yang diperhatikan seperti, warna bulu, pandangan mata, tidak adanya eksternal
parasit pada kulit dan bulunya, tidak ada tandatanda kerusakan dan kerontokan
pada bulu (licin dan mengkilat), hidungnya bersih dan basah dan juga Keempat kaki
memperoleh titik berat sama, hal
ini merupakan tujuan utama yang dicari peternak ketika persaratan mutu
genetiknya sudah memenuhi. Salah
satu cara untuk mepercepat proses pertumbuhan dan pertambahan bobot badan
ternak sapi Bali saat
penggemukan.
B.
Aspek
Kegiatan Yang Dikerjakan
1) Tatalaksana pemberian pakan
Pakan
merupakan komponen penting dalam proses penggemukan sapi. Pakan
yang baik adalah pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ternak yakni, dapat
memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral untuk
pertumbuhan bobot badanya (Anonimus,
1983).
Kebutuhan
nutrisi pakan sapi untuk tujuan produksi (pembibitan dan penggemukan) dapat
dilihat pada table 1.
Tabel 1. Kebutuhan nutrisi pakan sapi
Bahan Pakan
|
Tunjuan Produksi
|
|
Pembibitan
|
Penggemukan
|
|
Kadar air
|
12
|
12
|
Bahan kering
|
88
|
88
|
Protein kasar
|
10,4
|
12,7
|
Lemak kasar
|
2,6
|
3
|
Serat kasar
|
19,61
|
18,4
|
Kadar abu
|
6,8
|
8,7
|
TDN
|
64,2
|
64,4
|
Sumber
: Komposisi pakan untuk Indonesia. Tillman, 1997
Jenis
pakan yang biasa diberikan untuk penggemukan sapi Bali potong di lokasi PKL
yaitu: Rumput gaja, rumput lapangan, alang-alang, rumput teki, jerami padi dari
sisa limbah pertanian dan leguminosa (Centrosema
pubences).
Hijauan
yang tumbuh memiliki potensi kandungan nutrisi yang berbeda-beda bahkan protein
kasar yang terkandung di dalam hijauan tersebut bisa mencapai 20 - 35%.
Jauh dari kandungan konsentrat, namun harus dikombinasikan dengan hijauan yang
lain agar kandungan proksimat sesuai dengan yang dibutuhkan ternak, untuk
itu hijauan pakan ternak sebaiknya dikombinasi tidak hanya satu jenis saja
ketika diberikan pada ternak.
Anggorodi (1994), menetukan kandungan nutrisi yang terdapat dalam beberapa jenis hijauan,
dapat dilihat pada tabel 2.
Table 2. Kandungan nutrisi hijauan
Jenis Hijauan
|
BK (%)
|
PK (%)
|
LK (%)
|
SK (%)
|
TDN (%)
|
Rumput gaja
|
89,9
|
9,1
|
2,3
|
33,1
|
46
|
R. lapangan
|
21,8
|
6,7
|
1,8
|
34,2
|
56,2
|
Alang-alang
|
91,81
|
6,5
|
1,88
|
18,2
|
54
|
Rumput teki
|
91,4
|
11,9
|
2,9
|
29,7
|
57
|
Jerami
padi
|
87,5
|
4,2
|
1,5
|
32,5
|
43,2
|
Sumber data: Hasil analisis
kimia bahan pakan. (PPIRB).
Bogor, 2010
Sentrosema merupakan salah satu hijauan
yang sangat baik diberikan kepada ternak karena mempunyai kandungan mineral dan
protein yang tinggi. Selain merupakan hijauan yang mempunyai kualitas tinggi,
sentro juga berperan sebagai salah satu
tanaman penutup tanah yang dikembangkan di areal revegetasi lahan dan berfungsi
melindungi tanah revegetasi dari
pengaruh hujan dan aliran permukaan, juga merupakan sumber pupuk organik,
memperkuat agregat tanah dan memperbaiki ketersediaan air (Parakkasi, 1999).
Pemberian pakan dilokasi PKL, dilakukan juga pemberian leguminosa (Sentrosema pubences) yang
dicampur dengan hijauan. Kandungan nutrisi
pada leguminosa (Sentrosema pubences),
dapat dilihat pada tabel 3.
Table 3.
Kandungan nutrisi leguminosa
Jenis Leguminosa
|
BK (%)
|
PK (%)
|
LK (%)
|
SK (%)
|
Centrosema
pubences
|
24,1
|
16,8
|
4,0
|
36,5
|
Sumber data: Hasil analisis
kimia bahan pakan. (PPIRB).
Bogor, 2010
Pemberian
pakan untuk sapi Bali jantan
dilakukan setiap 2 kali dalam sehari yaitu, pagi dan sore hari secara adlibitum dan tidak melihat berat badan ternak sapi Bali. Perlakuan untuk pemberian pakan berupa
hijauan dan campuran legiminosa, pertama-tama hijauan dicacah terlebih dahulu
dan diberikan kepada ternak secara adlibitum.
Kegiatan pemberian pakan dilakukan pada pagi
hari sekitar jam 10.30 dan pada sore hari jam
04.00.
Pertambahan bobot badan ternak yang baik dan
relativ cepat dapat tercapai dengan pemberian
hijauan dan pakan
konsentrat (pakan tambahan), dalam usaha penggemukan sapi Bali di kelompok
tani tunas baru ini sengaja tidak menggunakan pakan konsentrat, sebab pengadaan
hijauannya berlimpah dan kebutuhan hijauan sudah tercukupi untuk memenuhi kebutuhan energi dalam proses pertumbuhan.
Rata-rata
bobot badan sapi bali untuk satu ekor,
berkisar antara 150-250 kg,
dimana cara pemberian pakanya secara adlibitum,
tanpa melihat kondisi dan kemapuan ternak dalam mencerna bahan pakan yang
diberikan dan kandungan nutrisi yang terkandung didalam bahan pakan tersebut.
Tingginya
harga bahan pakan tambahan (konsentrat) yang membuat petani peternak di kelompok tani tunas baru mencari alternatif
pakan lain untuk meminimalkan biaya produksi pakan, Salah satu alternatif pakan
murah dan melimpah yaitu hijauan. Usaha pengemukan sapi Bali di kelompok tani tunas baru merupakan usaha sampingan untuk menunjang kebutuhan ekonominya.
2)
Pemasaran
Hasil
Pemasaran hasil merupakan tujuan akhir dari suatu
kegiatan usaha,
ternak
sapi yang layak jual yaitu ternak sapi yang sudah mencapai lama waktu penggemukan
sekitar 6 - 8 bulan dengan.
Cara pemasaran yang biasa
dilakukan di kelompok ini yaitu:
1) Biasanya ternak milik anggota kelompok tani tunas baru dijual pada saat
pembeli langsung ke lokasi kandang.
2) Penjualan
ternak sapi terhadap masyarakat setempat yang membutukan untuk acara kurban dan
acara pesta.
Harga
untuk satu ekor sapi Bali
dengan lama waktu penggemukan 6 - 8
bulan mencapai kisaran harga Rp. 8.500.000 - Rp.9.000.000 tergantung kondisi fisik ternak sapi.
C.
Analisis Usaha
Analisis usaha bisa diartikan
sebagai cara untuk mengetahui tingkat kelayakan sebuah jenis usaha. Tindakan
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa tinggikah tingkat
keuntungan yang dihasilkan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan biaya investasi maupun titik impasnya.
Proses analisis usaha dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode atau cara. Berikut ini adalah
beberapa poin yang harus dapat dihitung dan diketahui secara pasti:
a.
BEP (Break Even Point) yaitu: Pada dasarnya, sebuah usaha
dinyatakan layak apabila nilai BEP produksi lebih besar daripada jumlah unit yang
sedang diproduksi saat itu atau BEP harganya lebih kecil daripada harga yang
sedang berlaku.
Rumus: BEP = FC
P
- VC
Keterangan: FC = Biaya tetap
P =
Harga jual perunit
VC =
Biaya varibel
b.
BCR (Benefit Cost Ratio) yaitu: Perhitungan analisis BCR
didasarkan pada tingkat suku bunga. Jika nilai BCR pada suku bunga berlaku
lebih besar dari 1, usaha dikatakan layak secara ekonomi dan dapat dikatakan
untuk dibangun.
Rumus: Pendapatan/Biaya
Produksi
Hasil analisis usaha pemeliharaan
sapi Bali di kelompok tani tunas baru, yaitu sebagai berikut:
1) Biaya tetap
a. Pembelian bakalan 10 ekor x Rp. 3.500.000 = Rp. 35.000.000
b. Penyusutsn kandang selama 5 Tahun = Rp. 25.000.000
= Rp.
4.000.000
Total biaya tetap = Rp.
39.000.000
2)
Biaya tidak tetap
a. Biaya obat-obatan 10 ekor sapi x @ Rp. 50.000 = Rp.
500.000
b. Alat-alat kandang
-
Gerobak =
Rp.
500.000
-
Sekop = Rp.
200.000
-
Ember = Rp. 50.000
-
Sapu = Rp. 18.000
-
Biaya lain = Rp.
1.000.000
Total
biaya tidak tetap = Rp.
2.268.000
Total
biaya (biaya tetap + biaya tidak tetap) = Rp. 41.268.000
3)
Penerimaan
a.
Penjualan sapi/ekor
Rp. 8.500.000 x 10 ekor = Rp.
85.000.000
b.
Penjualan kotoran Rp.
1000 x 8 kg/ekor/hari x 10 ekor x 240 hari
= Rp.
19.200.000
c. Penjualan urin Rp. 500 x 5 liter/ekor/hari x 10 ekor x
240 hari
= Rp. 6.000.000
Total
penerimaan =
Rp.
110.200.000
4)
Keuntungan
Keuntungan adalah selisih total penerimaan dikurangi
total biaya
Keuntungan =
Total penerimaan – Total biaya
=
Rp. 110.200.000 – Rp. 41.268.000 = Rp. 68.932.000
Keuntungan yang diperoleh adalah Rp. 68.932.000
5) Break Event Point (BEP)
BEP = FC
P VC
BEP = Rp. 39.000.000
Rp.
110.200.000 – Rp. 2.268.000
= Rp. 39.000.000
Rp. 107.932.000
BEP = Rp. 0,36
6) Benefit Cost Ratio (BCR)
B/C = Pendapatan
/ Biaya produksi
= Rp.
110.200.000 / Rp. 38.508.000
B/C = 2.6
Dari perhitungan BCR di atas diperoleh angka 2,6 hal ini menunjukan bahwa usaha
penggemukan sapi Bali yang dikelolah pada kelompok tani tunas baru menguntungkan. Anailsis Break
Event Point (BEP) mendapatkan hasil 0,36, untuk mencapai break
event point usaha ini harus menjalankan selama 0,36.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan PKL, dibuat kesimpulan dari hasil
pembahasan secara umum dan kusus yaitu, Lokasi pemeliharaan sapi Bali milik kelompok
tani tunas baru sangat baik, dilihat dari keadaan geografisnya. Lokasi kandang dekat
dengan sumber pakan, dekat dengan sumber air dan mudah dijangkau taransportasi.
Sistem
pemeliharaan sapi
Bali di kelompok tani tunas baru yaitu, pemeliharaannya
secara insentif dan masih bersifat skala tradisional, dalam tata laksana
dan pemberian pakan hijauan dan leguminosa secara adlibitum. Pemberian
pakan hijauan dan leguminosa dilakukan dua kali dalam sehari yakni, pagi dan
sore. Pakan yang digunakan hanya pakan hijauan saja dan ditambah dengan leguminosa,
sebelum
melakukan pemberian pakan bagi ternak, pakan tersebut dicacah terlebih dahulu.
B.
Saran
Berdasarkan
hasil kegiatan PKL pada usaha pemeliharaan sapi
Bali di kelompok tani tunas baru, Desa Marapokot,
Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Disarankan agar pemberian pakan disesuaikan
dengan bobot badan ternak sapi dan dilakukan pula pemberian konsentrat untuk
meningkatkan pertambahan bobot badan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 1991. Beternak Sapi Potong. Kanisius.
Yogyakarta.
Anonimus, 1983. Hijauan Makanan Ternak. Kanisius.
Yogyakarta.
Anonimous, 1983. Hijauan Makanan Ternak. Kanisius.
Yogyakarta.
Abidin,
Z., 2002. Penggemukan Sapi Potong.
Agro Media Pustaka. Yogyakata.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu
Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Darmono. 1999. Tatalaksana
Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Yogyakarta.
Fradson, R. D. 1992. Anatomi
dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press.
Tillman. 1993. Tabel
Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke-3. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Hasanudi. 1997. Pengelolaan Ternak Sapi Pedaging. FP-USU:
Medan.
Kusnadi. 1992. Ilmu Makanan Ternak.
PT Pembangunan, Jakarta.
Murtidjo,1990 Beternak Sapi Potong. Kanisius.
Yogyakarta.
Parakkasi,
A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak
Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Sariubang,
2000. Sapi Potong. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Sarwono, 2002. Penggemukan
Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S.B, 2003. Teknik Pemeliharan sapi. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Siregar, S.B, 2013. Bisnis Penggemukan Sapi. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Subronto.
1985. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah
Mada University Press: Yogyakarta.
Sugeng, 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
,
2010. Hasil analisis kima bahan pakan.
(PPIRB). Bogor.